semacam cerpen yang dibuat tahun 2009. amat senang kalo ada komentar :)
mungkin sekitar satu jam aku terus disini. letih rasanya,penat kepalaku ini.
kudengar teriakan-teriakan dan makian kasar di ujung sana dan aku semakin merapat pada kesendirian dan ketakutan.
aku ingin mereka berhenti! menyadari bahwa ini salah keduanya! bukan salahku, adikku maupun temanku!
"liat pada diri kalian sendiri! tidak kan kalian tahu bahwa yang sebenarnya bersalah ada kaliaan?"
kata-kata
yang ingin kuucapkan namun terhenti mengingat rasa apa yang akan
kudapat, pandangan hina itu, tatapan dingin nan jijik yang akan mereka
lontarkan padaku, kata-kata yang lebih kejam, lebih busuk.
aku takktahu lagi apa yang harus kuperbuat. aku takut, begitu takut sesuatu akan terjadi pada adikku yang sekarang digendongnya.
dia
menangis keras, mungkin protes karena ia tahu dia tidak terlibat
setitik pun dalam masalah yang menyebabkan mereka berteriak, memaki,
meradang.
aku ingin berlari ke arahnya, mengambil adikku dan pergi dari rumah ini, menjalani hidupku hanya berdua dengannya.
tapi
apalah aku ini? seorang anak kecil yang hanya bisa meminta makanan,
lalu makan apa adikku nanti? berjalan saja dia tidak bisa. usia nya
terlalu dini dan dia masih membutuhkan kasih sayang walaupun aku
yakin berada disini tidak membuat rasa dahaga akan kasih sayangnya itu
terpuaskan. Ya, karena hanya aku yang sangat mengasihinya disini.
aku
tak bisa membiarkan semuanya terus seperti ini. sudah satu jam mereka
terus memaki dan meneriakkan kata-kasar dan jahat. sudah satu jam pula
adikku menangis.
aku harus menghentikan ini, setidaknya mengambil
adikku dari tangannya, memberikan dia sebotol susu dan menidurkannya di
tempat tidurnya yang walaupun tidak hangat dan nyaman, setidaknya
menjauhkan dia dari mereka.
mereka yang menyuntikkan kata-kata kasar
dan jahat pada bayi yang berusia 3 bulan. aku tak ingin adikku
tumbuh menjadi orang yang jahat, nakal dan tak berperasaan. cukup aku
yang mengalami segala perasaan gamang ini, rasa pemberontakan ini,
kekasaran ini dan rasa ingin membunuh ini.
aku tak mau terjadi apa-apa padanya.
akupun
bangkit berdiri. ku kerahkan segala sisa-sisa keberanianku untuk
melangkah menuju sumber suara itu. menuju ke adikku yang pasti sudah
menantikan kedatanganku.
sejenak kuintip mereka, masih saling
berteriak. tidakkah mereka lelah? aku tak peduli. keberadaan mereka pun
sedari lama sudah ku hilangkan tanpa sisa, tak ku kenal mereka lagi.
perlahan-lahan
aku berjalan, mengendap-endap seperti tikus yang ingin mencuri makanan
si empunya rumah. tapi aku bukan tikus, tentu saja. aku adalah seorang
pahlawan yang akan menyelamatkan adikku dari dua orang monster yang
sedang bertikai karena alasan yang tidak jelas.
suara teriakan dan
caci maki masih terdengar. makin keras dan makin jelas. aku merasa muak,
ingin muntah mendengar kata-kata yang juga kudengar sejak ku masih
kecil dulu. tapi sekali lagi kupikirkan adikku, yang selama ini menjadi
temanku, penyemangat hidupku.
"sebentar lagi aku sampai disana, aku
hanya mengambil adikku dari padanya lalu memberinya sebotol susu. ia
takkan marah, bahkan mungkin akan berterima kasih padaku karena ia akan
lebih leluasa menyerang lawannya itu," pikirku
langkah kecilku semakin dekat menuju adikku, hanya sekitar setengah meter lagi sampai aku mendengar suara BUK! EEEKKK!
sejenak
sunyi. tak ada lagi kata caci maki. pergerakanku dan jantungku
terhenti, suara tangisan adikku pun tiada lagi. mata kami terpaku pada
seorang bayi yang telah tergeletak diatas lantai.
darah keluar perlahan dari kepalanya, bola matanya keluar, mulutnya membuka dengan lidah yang terjulur.
aku tak percaya ini! apa yang terjadi?!
namun
ternyata tak hanya itu saja. sejenak kulihat kaki nya berada diatas
perut adikku, menekannya keras dan kasar berulang-ulang hingga segala
cairan dalam adikku keluar, melampiaskan kemarahannya dalam setiap
hentakan kakinya sambil berteriak memaki adikku yang sudah hancur
badannya itu.
aku terpaku. lidah ku kelu. kupandangi adikku untuk sekian lama.ku lihat tubuh hancur adikku. hancur.
tak
lama, ia berhenti menginjaki adikku, menatap ku dan berkata, "bereskan
ini, aku capek dan mau tidur. tidak usah kau kubur, sudah kubuat hancur
dia. kalau kurang hancur, blender saja"
dia pun melengos pergi
sementara kulihat lawannya tadi tampak kaget dan berlalu pergi setelah
mendengar kata-kata itu. entah mengapa perang selama satu jam tadi bisa
berhenti setelah ini semua terjadi.
bagaimana mungkin dia bisa dengan
santai nya membunuh bayi 3 bulan dan meninggalkan seorang anak 9 tahun
untuk membersihkan jasad adikknya yang tidak terlihat seperti manusia?.
bagaimana mungkin dia bisa menyuruh ku untuk menghancurkan adikku lebih
dari ini?
memang seperti apa ia pikir nyawa manusia itu?
sejenak
semua pertanyaan ku terhenti. aku teringat bahwa aku bisa menyelamatkan
adikku, satu jam sebelumnya, setengah jam sebelumnya, lima belas menit
lebih awal.
menempatkan ia di tempat tidurnya, bukan di lantai bersama darah, cairan-cairan dan segala organ-organ tubuhnya.
seandainya
kukumpulkan keberanianku sebelumnya. aku tidak berusaha sekuat yang ku
bisa! aku terlalu takut untuk mengambil adikku, bahkan mungkin aku
masih bisa menyelamatkannya ketika pertama ia jatuh ke lantai.
tapi apa yang kulalkukan? hanya terbujur kaku bagai mayat. tak berbuat apa-apa, tak berkata apa-apa, menangis pun tidak.
penyesalan
ini menggerayangi tubuhku. ingin ku teriak sekencang-kencangnya.
memohonkan maaf untuk adikku yang mungkin telah dibawa mlaikat kepada
pencipta-Nya.
memohon maaf untuk adikku yang mungkin melihat ku kini dari suatu tempat dengan pandangan benci dan muak.
dan
sejenak ku sadar permohonan ku takkan ada artinya, ia takkan kembali,
takkan ada keajaiban yang bisa memasang ulang tubuhnya yang hancur ini.
tak ada jalan lagi.
aku kumpulkan tubuh adikku, segala organ yang berceceran di lantai, yang masih bisa kuambil untuk kukubur nanti.
ku
ambil kepalanya, tengkoraknya masih tersisa walaupun mukanya sudah
tidak dapat terlihat, tulang-tulang yang masih ditempeli oleh daging dan
beberapa organ yang berlumuran darah, kaki dan tangannya yang tampak
nya luput dari injakkan tadi, serta organ-organ tubuh lainnya yang belum
lumat karena injakan tadi.
semua itu kumasukkan ke dalam sebuah kantung plastik hitam dan ku taruh plastik itu disampingku.
kuambil
kain pel lusam dari sebuah ember bercampurkan air dan karbol. perlahan
ku bersihkan lantai itu, lantai yang telah bercampur darah, keringat dan
tangis. tangis yang sedari tadi tak kunjung berhenti. tangis yang
mengingatkan ku pada peristiwa tadi dan semua penyesalan ini.
air
karbol yang wangi itu pun sejenak berwarna merah dan bau setelah
kucelupkan kain pel kedalamnya. bau terakhir yang kucium dari adikku.
setelah semua nya bersih, setidaknya lebih bersih daripada sebelumnya, kuambil plastik hitam berisikan "jasad" adikku.
membawanya
ke kebun belakang bersama sekop dan air karbol bercampur darah.
kutuangkannya di atas tanah sehingga menjadi lembek dan mudah untuk ku
gali.
aku terus mengulangnya hingga kupikir lubang itu cukup dalam untuk mengubur adikku. kutaruh adikku di dalamnya lalu berdoa.
memohon
maaf atas keterlambatan ku serta memohon maaf pada Tuhan yang telah
memberikannya padaku namun kusia-siakan dan memohon kesejahteraan
baginya meski telah di alam kubur.
setelah meyelesaikan doa ku karena
terusik oleh air mataku yang terus turun, aku menutup lubang itu dan
berharap ia akan tidur tenang di dalam sana.
aku pun berdiri dan
meninggalkan kubur itu. kulangkahkan kaki ku, tidak menuju TKP, tidak
menuju ke rumah yang penuh dengan kenangan bersama adikku, rumah dimana
aku hidup selama ini.
aku memutuskan untuk pergi. aku tak mau tinggal
bersama monster itu. monster yang membinasakan kebahagiaan ku.
satu-satunya kebahagiaan di rumah ini.
akan tidur dimana aku? akan
makan dimana aku? aku tak peduli, aku bisa tinggal di rumah yatim piatu
dengan banyak orang yang akan membahagiakanku.
langkah ku menjadi
lebih cepat, bahkan aku berlari menjauhi rumah itu. menuju suatu tempat
yang aku sendiri tak tahu dimana. menuju sebuah harapan, kebahagiaan dan
kehangatan yang kurancang sebelumnya.
atau mungkin menuju ke kota
penyesalan yang dilingkupi oleh awan kegelapan dengan trauma mendalam
dan mental yang sakit setelah ini semua. aku pun tak tahu dan takkan
pernah tahu apa yang Ia rencanakan bagiku.
yang ku tahu mulai sekarang aku akan mengambil segala keputusan yang terbaik bagi ku, secepat mungkin. sebelum semua terlambat.