Kamis, 09 Februari 2012

Evolusi

kala merangkak bersama sang waktu
pergi, cepat sekali
meninggalkanku tenggelam bersama mereka
yang pekat, namun nikmat

berkali ku ditegur rasa
karena telah ku dustai mereka
dan membiarkan diri terikat
sepi kembali menghujat
berharap ku kembali menatap
sungai tenang, tempatku terpikat

hari ini memang bukan kemarin
dan tak bisa dipaksakan menjadi kemarin
tetapi mereka meronta, sedangkan akal terus memaksa
dan aku hanya tertegun saja
membiarkan mereka mengatur dan menentuka bahagiaku
sambil berharap suatu waktu nanti
aku berdiri tegak dan memberikan penghargaan tertinggiku pada mereka

Rabu, 01 Februari 2012

Penyesalanku

semacam cerpen yang dibuat tahun 2009. amat senang kalo ada komentar :)

mungkin sekitar satu jam aku terus disini. letih rasanya,penat kepalaku ini.
kudengar teriakan-teriakan dan makian kasar di ujung sana dan aku semakin merapat pada kesendirian dan ketakutan.
aku ingin mereka berhenti! menyadari bahwa ini salah keduanya! bukan salahku, adikku maupun temanku!
"liat pada diri kalian sendiri! tidak kan kalian tahu bahwa yang sebenarnya bersalah ada kaliaan?"
kata-kata yang ingin kuucapkan namun terhenti mengingat rasa apa yang akan kudapat, pandangan hina itu, tatapan dingin nan jijik yang akan mereka lontarkan padaku, kata-kata yang lebih kejam, lebih busuk.
aku takktahu lagi apa yang harus kuperbuat. aku takut, begitu takut sesuatu akan terjadi pada adikku yang sekarang digendongnya.
dia menangis keras, mungkin protes karena ia tahu dia tidak terlibat setitik pun dalam masalah yang menyebabkan mereka berteriak, memaki, meradang.
aku ingin berlari ke arahnya, mengambil adikku dan pergi dari rumah ini, menjalani hidupku hanya berdua dengannya.
tapi apalah aku ini? seorang anak kecil yang hanya bisa meminta makanan, lalu makan apa adikku nanti? berjalan saja dia tidak bisa. usia nya terlalu dini dan dia masih membutuhkan kasih sayang walaupun aku yakin berada disini tidak membuat rasa dahaga akan kasih sayangnya itu terpuaskan. Ya, karena hanya aku yang sangat mengasihinya disini.
aku tak bisa membiarkan semuanya terus seperti ini. sudah satu jam mereka terus memaki dan meneriakkan kata-kasar dan jahat. sudah satu jam pula adikku menangis.
aku harus menghentikan ini, setidaknya mengambil adikku dari tangannya, memberikan dia sebotol susu dan menidurkannya di tempat tidurnya yang walaupun tidak hangat dan nyaman, setidaknya menjauhkan dia dari mereka.
mereka yang menyuntikkan kata-kata kasar dan jahat pada bayi yang berusia 3 bulan. aku tak ingin adikku tumbuh menjadi orang yang jahat, nakal dan tak berperasaan. cukup aku yang mengalami segala perasaan gamang ini, rasa pemberontakan ini, kekasaran ini dan rasa ingin membunuh ini.

aku tak mau terjadi apa-apa padanya.
akupun bangkit berdiri. ku kerahkan segala sisa-sisa keberanianku untuk melangkah menuju sumber suara itu. menuju ke adikku yang pasti sudah menantikan kedatanganku.
sejenak kuintip mereka, masih saling berteriak. tidakkah mereka lelah? aku tak peduli. keberadaan mereka pun sedari lama sudah ku hilangkan tanpa sisa, tak ku kenal mereka lagi.
perlahan-lahan aku berjalan, mengendap-endap seperti tikus yang ingin mencuri makanan si empunya rumah. tapi aku bukan tikus, tentu saja. aku adalah seorang pahlawan yang akan menyelamatkan adikku dari dua orang monster yang sedang bertikai karena alasan yang tidak jelas.
suara teriakan dan caci maki masih terdengar. makin keras dan makin jelas. aku merasa muak, ingin muntah mendengar kata-kata yang juga kudengar sejak ku masih kecil dulu. tapi sekali lagi kupikirkan adikku, yang selama ini menjadi temanku, penyemangat hidupku.
"sebentar lagi aku sampai disana, aku hanya mengambil adikku dari padanya lalu memberinya sebotol susu. ia takkan marah, bahkan mungkin akan berterima kasih padaku karena ia akan lebih leluasa menyerang lawannya itu," pikirku
langkah kecilku semakin dekat menuju adikku, hanya sekitar setengah meter lagi sampai aku mendengar suara BUK! EEEKKK!
sejenak sunyi. tak ada lagi kata caci maki. pergerakanku dan jantungku terhenti, suara tangisan adikku pun tiada lagi. mata kami terpaku pada seorang bayi yang telah tergeletak diatas lantai.
darah keluar perlahan dari kepalanya, bola matanya keluar, mulutnya membuka dengan lidah yang terjulur.
aku tak percaya ini! apa yang terjadi?!
namun ternyata tak hanya itu saja. sejenak kulihat kaki nya berada diatas perut adikku, menekannya keras dan kasar berulang-ulang hingga segala cairan dalam adikku keluar, melampiaskan kemarahannya dalam setiap hentakan kakinya sambil berteriak memaki adikku yang sudah hancur badannya itu.
aku terpaku. lidah ku kelu. kupandangi adikku untuk sekian lama.ku lihat tubuh hancur adikku. hancur.
tak lama, ia berhenti menginjaki adikku, menatap ku dan berkata, "bereskan ini, aku capek dan mau tidur. tidak usah kau kubur, sudah kubuat hancur dia. kalau kurang hancur, blender saja"
dia pun melengos pergi sementara kulihat lawannya tadi tampak kaget dan berlalu pergi setelah mendengar kata-kata itu. entah mengapa perang selama satu jam tadi bisa berhenti setelah ini semua terjadi.
bagaimana mungkin dia bisa dengan santai nya membunuh bayi 3 bulan dan meninggalkan seorang anak 9 tahun untuk membersihkan jasad adikknya yang tidak terlihat seperti manusia?. bagaimana mungkin dia bisa menyuruh ku untuk menghancurkan adikku lebih dari ini?
memang seperti apa ia pikir nyawa manusia itu?
sejenak semua pertanyaan ku terhenti. aku teringat bahwa aku bisa menyelamatkan adikku, satu jam sebelumnya, setengah jam sebelumnya, lima belas menit lebih awal.
menempatkan ia di tempat tidurnya, bukan di lantai bersama darah, cairan-cairan dan segala organ-organ tubuhnya.
seandainya kukumpulkan keberanianku sebelumnya. aku tidak berusaha sekuat yang ku bisa! aku terlalu takut untuk mengambil adikku, bahkan mungkin aku masih bisa menyelamatkannya ketika pertama ia jatuh ke lantai.
tapi apa yang kulalkukan? hanya terbujur kaku bagai mayat. tak berbuat apa-apa, tak berkata apa-apa, menangis pun tidak.
penyesalan ini menggerayangi tubuhku. ingin ku teriak sekencang-kencangnya. memohonkan maaf untuk adikku yang mungkin telah dibawa mlaikat kepada pencipta-Nya.
memohon maaf untuk adikku yang mungkin melihat ku kini dari suatu tempat dengan pandangan benci dan muak.
dan sejenak ku sadar permohonan ku takkan ada artinya, ia takkan kembali, takkan ada keajaiban yang bisa memasang ulang tubuhnya yang hancur ini. tak ada jalan lagi.
aku kumpulkan tubuh adikku, segala organ yang berceceran di lantai, yang masih bisa kuambil untuk kukubur nanti.
ku ambil kepalanya, tengkoraknya masih tersisa walaupun mukanya sudah tidak dapat terlihat, tulang-tulang yang masih ditempeli oleh daging dan beberapa organ yang berlumuran darah, kaki dan tangannya yang tampak nya luput dari injakkan tadi, serta organ-organ tubuh lainnya yang belum lumat karena injakan tadi.
semua itu kumasukkan ke dalam sebuah kantung plastik hitam dan ku taruh plastik itu disampingku.
kuambil kain pel lusam dari sebuah ember bercampurkan air dan karbol. perlahan ku bersihkan lantai itu, lantai yang telah bercampur darah, keringat dan tangis. tangis yang sedari tadi tak kunjung berhenti. tangis yang mengingatkan ku pada peristiwa tadi dan semua penyesalan ini.
air karbol yang wangi itu pun sejenak berwarna merah dan bau setelah kucelupkan kain pel kedalamnya. bau terakhir yang kucium dari adikku.
setelah semua nya bersih, setidaknya lebih bersih daripada sebelumnya, kuambil plastik hitam berisikan "jasad" adikku.
membawanya ke kebun belakang bersama sekop dan air karbol bercampur darah. kutuangkannya di atas tanah sehingga menjadi lembek dan mudah untuk ku gali.
aku terus mengulangnya hingga kupikir lubang itu cukup dalam untuk mengubur adikku. kutaruh adikku di dalamnya lalu berdoa.
memohon maaf atas keterlambatan ku serta memohon maaf pada Tuhan yang telah memberikannya padaku namun kusia-siakan dan memohon kesejahteraan baginya meski telah di alam kubur.
setelah meyelesaikan doa ku karena terusik oleh air mataku yang terus turun, aku menutup lubang itu dan berharap ia akan tidur tenang di dalam sana.
aku pun berdiri dan meninggalkan kubur itu. kulangkahkan kaki ku, tidak menuju TKP, tidak menuju ke rumah yang penuh dengan kenangan bersama adikku, rumah dimana aku hidup selama ini.
aku memutuskan untuk pergi. aku tak mau tinggal bersama monster itu. monster yang membinasakan kebahagiaan ku. satu-satunya kebahagiaan di rumah ini.
akan tidur dimana aku? akan makan dimana aku? aku tak peduli, aku bisa tinggal di rumah yatim piatu dengan banyak orang yang akan membahagiakanku.
langkah ku menjadi lebih cepat, bahkan aku berlari menjauhi rumah itu. menuju suatu tempat yang aku sendiri tak tahu dimana. menuju sebuah harapan, kebahagiaan dan kehangatan yang kurancang sebelumnya.
atau mungkin menuju ke kota penyesalan yang dilingkupi oleh awan kegelapan dengan trauma mendalam dan mental yang sakit setelah ini semua. aku pun tak tahu dan takkan pernah tahu apa yang Ia rencanakan bagiku.
yang ku tahu mulai sekarang aku akan mengambil segala keputusan yang terbaik bagi ku, secepat mungkin. sebelum semua terlambat.

dulu dan kini

sebuah puisi tanpa kata
sebuah prosa tanpa metafora
sebuah analogi akan jiwaku ini
aku semakin terpuruk, kasih
aku semakin terantuk dan kembali merutuk
hatiku kacau, dadaku perih tiap kuingat kau
terdiam bisu melihat segalanya berulang
seperti masa lalu, dan terus.. dan terus.. dan lalu..
aku hanya bisa membeku
membiarkan kau berlalutanpa kata antara kita
bahkan tanpa senyum dan sapa
kita mendingin, kita menjarak
hanya basa-basi busuk yang menyeruak kala kita jumpa
tanpa kehangatan yang sama
aku rindu, masa lalu

Pulang

aku pulang
setelah satu musim memisah kita, aku pulang
topeng ini akan aku lepas, aku janji
maka, beri aku kembali
jerit tangis kesepian,
kamar gelap melankolis,
iri hati dan dengki,
harapan-harapan palsu,
derai duka, serta ironi dalam ilusi
karena ku telah kembali ke ribaanmu
karna ku telah pulang ke pangkuanmu, kehampaan

(ber)korban

Berkorban
Sebuah kata yang memberikan tekanan
Sebuah kata pelepas tanggung jawab
Dari seseorang kepada inferiornya
Yang selalu menjadi alasan
Dan menjadi ‘bukti cinta dan kasih’ hampa
Apa yang kau dapat dari kata berkorban?
Apa yang kau persepsikan dari kata berkorban?
Seorang kekasih yang rela menghabiskan sisa hidupnya untuk memikirkan dan memuaskan hati pujaan hatinya?
Seorang ibu yang rela memberikan makanannya hari ini demi memuaskan perut anaknya?
Atau seorang guru yang rela diinjak harga dirinya demi mendidik penerus bangsa?
Bagiku, berkorban baru dapat kau katakan ketika kau tidak merelakan sesuatu namun karna tak kuasa mu, ketidakmampuanmu kau terpaksa merelakannya.
Ya, terpaksa.
Jadi, apakah ketika seseorang yang memikirkan dan berusaha untuk memuaskan hati kekasihnya itu dianggap berkorban?
Apakah ketika seorang ibu memberikan makanan terakhirnya untuk sang anak disebut berkorban?
Atau apakah seorang guru yang diinjak harga dirinya untuk mendidik termasuk dalam berkorban?
Mungkin saja.
Kita tak tahu apa yang menjadi motivasi mereka untuk melakukan hal semuanya itu
Tapi, ketika ia berkata “aku telah berkorban bagi dirimu”
Ragukan cinta mereka
Ragukan ketulusan mereka akan apa yang telah mereka lakukan
Aku muak dengan mereka, orang2 yang berkata “aku berkorban”
Kalau kau memang tidak tulus melakukannya, kalau kau memang terpaksa melakukannya, jangan lakukan!
Berkorban adalah kata yang tertutur dari orang kedua dan ketiga
Sebagai bukti kekaguman akan Ketulusan orang lain
Berkorban bukanlah kata yang seharusnya tertutur oleh kamu, wahai orang pertama
Bukan oleh kamu, fakir atensi
Berkorban harusnya menjadi (ber)korban
Karena kata ini menimbulkan beban psikologis dan menimbulkan korban dari orang yang berkata “aku berkorban” namun sesungguhnya tak memberikan apa-apa
Merekalah sampah yang mengatasnamakan kasih, cinta dan ketulusan
Untuk meninggikan derajat mereka

Pudar

Tak kutemukan lagi engkau
Kubertanya, ku menerka
Mengapa engkau menghilang dari hatiku?
Bersama dengan detak jantung dan buruan serbu napasku
Mengapa engkau menghilang dari hariku?
Bersama dengan sapa dan gelak kita
Apakah rasa itu hanya sekedar terpaan waktu,
Yang dipandu dengan pertemuan kita
Menyirami tunas rasa dalam jiwa?
Ataukah karena misteri yang menyelimutimu
Dan jangkauan tanganku yang dulu takkan mampu menggapaimu?
Ataukah karena memang sebenarnya engkau lah cahaya namun kini tengah tertutup awan mendung?
Ataukah ini salah situasi
Yang belum menyadarkan kamu
Akan kehadiran diriku
Yang belum menyadarkan aku
Akan gundah yang kan kutandu
Yang belum menyadarkan kita
Bahwa sinar kita yang sesungguhnya
Tengah menanti di balik alam rimba raya

Doa

Kejayaan pun datang padamu
Tak hanya menyapa, namun setia bersamamu
Bersama ketenaran dan kuasa
Bersuka ria dalam tanganmu
Aku pun bahagia karna senangmu
Aku pun bersuka karna hebatmu
Namun sekejap kupandang lagi masa depan
Mengestimasikan harapan
Kemudian ku tersadar
Akan semua khayalku
Yang tak ayal, takkan jadi kenyataan
Hanya satu yang dapat mengubah
Sebuah sabda dari sang Penguasa
Sebuah sabda yang terus aku minta
Agar khayal ini tak menjadi imaji belaka

Padamu

hatiku tersentak
segala dariku terombak
apa ini pantas bagimu?
apa ini baik untukku?
apa usaha ini harus berlaku?
menjadi aku yang bukan aku
menjadi aku yang terasing dari diriku
apa ini pantas bagimu?
apa ini baik untukku?
karena ku tahu apapun yang kulakukan
hanya membawa harapan hampa, sia-sia
hanya temu kita yang jarang tersapa
namun penuh pujaan bahagia
akan diriku
pada seseorang, yang terus berjalan terpaku
tanpa tahu diriku dan rasaku
padamu

Gigih

otak ini tak mau ikut kompromi, begitu pun raga ini
hanya hati yang masih rasional memikirkan hal-hal yang tak berarti
apa lebih baik begini?
nafasku kembang kempis, tak tahu apa yang terjadi
kepala ini.. nafas ini.. berat rasanya..
ketika aku tahu topeng-topeng busuk yang terpampang di wajah mereka
mengerikan rasanya ketika wajah manis dan rupawannya
luntur berganti dengan wajah monster neraka yang tampak siap melahap hati polos dan lugu manusia
aku takut, aku gelisah
sampai sejauh mana ku bisa berharap?
kapan mimpiku akan menjadi realita?
kegetiran dan kepedihan ini ku rasakan setiap hari
menghancurkan lapisan-lapisan pelindung hati nuraniku
namun hati itu akan terus kudekap erat
karna bagaimanapun hati ini tidak boleh mati.
ketika semuanya berjalan perlahan
dan puisimu kembali menggema di telinga
aku mau menyepi
aku mau sendiri
tanpa mereka, tanpa apa-apa
diam dalam malam dan kembali terpesona
oleh kharisma mu yang luar biasa
akan susunan katamu yang menggetarkan jiwa
dan dengan sepenuh hati aku akan terus berdoa
akan senyummu, untuk kami, dari surga
——untuk idolaku yang tanpa terucap sudah dapat dikecap

malam

Haruskah aku seperti mereka? terlelap dalam kesepian
Hampa yang kurasa sepanjang hari mulai terobati dengan kesunyian ini
Gelap, sepi, sunyi
Apakah hal itu buruk bagimu? Bagiku?
Saat semangatmu tergelak, meracau dan meledak ketika matahari pergi dan menghilang.
Ketika segala masalahmu terungkap dan kenangan-kenangan di masa lalu terungkap lagi
Kau sadari salahmu, menyesal dan menangis. Dan takkada seorangpun tau kepedihanmu itu
Kau merasakannya, menikmatinya dan mencintainya.
Rasa sakit yang terus mengiris dan menerjang segala usahamu untuk menutupnya.
Dan semua ini hanya bisa kau lakukan ketika malam, ketika tak ada lagi yang peduli dengan kehidupanmu lagi
Aku tahu, ini tak lazim seperti yang lain, tapi aku mencintaimu, malam
Menikmati hawa ini, udara ini, sepi ini, sunyi ini
Bagai melodi yang tak berbunyi
Bagai taman bunga yang dipenuhi dengan bunga kering
Yang memberikan kenyamanan, kehangatan dan kegembiraan melampaui kehidupanku di siang hari
Aku tak mau ini berakhir, aku selalu ingin malam menemuiku
Sehingga kami dapat berbincang dan menjalani relasi yang intim.
Jangan pergi lagi, jangan tinggalkanku lagi
Aku akan terjaga, tak seperti orang-orang lain hanya untuk bertemu denganmu
Jangan pergi, biarkan aku menikmati alunan melodi dan kehangatan yang kau berikan padaku
Kebahagiaan semu yang aku tau pasti akan menghilang. Namun aku tahu kau akan datang lagi padaku
Karena kau sama seperti aku

sampai kapan?

satu kata kembali tertata
satu seruan kembali membahana
hidup rakyat indonesia!
membakar semangat, kembali menggelora

sebuah gerakan revolusioner kembali dilakukan
sebuah “gerakan kecil” kembali dicanangkan

berpuluh tokoh bangsa menggantungkan harapan
beribu masyarakat mengharapkan perubahan
pada kita yang katanya cerminan masa depan bangsa

sajak-sajak nasionalisme terdengar dimana-mana
setiap kita setuju akan perlunya kesadaran
perlunya kebangkitan, perlunya pemersatuan bangsa
setiap kita pun setuju
akan tujuan yang akan selalu kita tuju
menuju bangsa besar yang tinggi mutu

katanya, lakukanlah hal yang kecil terlebih dahulu
awalilah perubahan dari diri sendiri
sadarilah dan cintailah negeri ini
katanya

sampai kapan?
saat kau lihat, kawan
mereka yang mendengarkanmu adalah orang berwajah sama
dan mereka yang apatis adalah orang yang berwajah sama pula
kita tidak kemana-mana

sampai kapan?
saat kau tahu, kawan
ada 5 anak yang sering kau liat menjajakan koran
yang menjadi sumber inspirasimu merendahkan pemerintah
makan dari sebuah nasi bungkus berisi nasi dan sayur ala kadarnya

sampai kapan?
saat kau dengar, kawan
cemoohan teman sebayamu
akan bangsa mereka yang katanya cemen
bangsa dimana mereka lahir dan hidup atasnya

sampai kapan?
sampai kapan kita berjalan di tempat?
sampai kapan kita apatis?
sampai kapan kita mengejek?

mereka bertanya, apakah harapan itu masih ada?
harapan untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik dan bermakna
harapan itu akan selalu ada
cahaya itu akan terus menyala
yang perlu dipertanyakan adalah
seberapa terang cahaya itu dapat menyilaukan mata kita

Kolega

perih kembali terkuak
hidup kembali fana
ketika selamat tinggal terucap
dan senyummu melepas kepergian kita

ini bukanlah kemunafikan, hanya firdaus semu
yang seminggu sekali kujumpai, dan teradiksi
senyum, tawa, dan lelucon mereka menemaniku satu hari
hanya satu hari

tapi tak kulupakan teman, sungguh tak terlupa
hari-hari ini akan kuingat di hari tua nanti
masa jaya kita di depan pentas
masa jaya dimana kita menjadi berliannya