Rabu, 01 Februari 2012

Penyesalanku

semacam cerpen yang dibuat tahun 2009. amat senang kalo ada komentar :)

mungkin sekitar satu jam aku terus disini. letih rasanya,penat kepalaku ini.
kudengar teriakan-teriakan dan makian kasar di ujung sana dan aku semakin merapat pada kesendirian dan ketakutan.
aku ingin mereka berhenti! menyadari bahwa ini salah keduanya! bukan salahku, adikku maupun temanku!
"liat pada diri kalian sendiri! tidak kan kalian tahu bahwa yang sebenarnya bersalah ada kaliaan?"
kata-kata yang ingin kuucapkan namun terhenti mengingat rasa apa yang akan kudapat, pandangan hina itu, tatapan dingin nan jijik yang akan mereka lontarkan padaku, kata-kata yang lebih kejam, lebih busuk.
aku takktahu lagi apa yang harus kuperbuat. aku takut, begitu takut sesuatu akan terjadi pada adikku yang sekarang digendongnya.
dia menangis keras, mungkin protes karena ia tahu dia tidak terlibat setitik pun dalam masalah yang menyebabkan mereka berteriak, memaki, meradang.
aku ingin berlari ke arahnya, mengambil adikku dan pergi dari rumah ini, menjalani hidupku hanya berdua dengannya.
tapi apalah aku ini? seorang anak kecil yang hanya bisa meminta makanan, lalu makan apa adikku nanti? berjalan saja dia tidak bisa. usia nya terlalu dini dan dia masih membutuhkan kasih sayang walaupun aku yakin berada disini tidak membuat rasa dahaga akan kasih sayangnya itu terpuaskan. Ya, karena hanya aku yang sangat mengasihinya disini.
aku tak bisa membiarkan semuanya terus seperti ini. sudah satu jam mereka terus memaki dan meneriakkan kata-kasar dan jahat. sudah satu jam pula adikku menangis.
aku harus menghentikan ini, setidaknya mengambil adikku dari tangannya, memberikan dia sebotol susu dan menidurkannya di tempat tidurnya yang walaupun tidak hangat dan nyaman, setidaknya menjauhkan dia dari mereka.
mereka yang menyuntikkan kata-kata kasar dan jahat pada bayi yang berusia 3 bulan. aku tak ingin adikku tumbuh menjadi orang yang jahat, nakal dan tak berperasaan. cukup aku yang mengalami segala perasaan gamang ini, rasa pemberontakan ini, kekasaran ini dan rasa ingin membunuh ini.

aku tak mau terjadi apa-apa padanya.
akupun bangkit berdiri. ku kerahkan segala sisa-sisa keberanianku untuk melangkah menuju sumber suara itu. menuju ke adikku yang pasti sudah menantikan kedatanganku.
sejenak kuintip mereka, masih saling berteriak. tidakkah mereka lelah? aku tak peduli. keberadaan mereka pun sedari lama sudah ku hilangkan tanpa sisa, tak ku kenal mereka lagi.
perlahan-lahan aku berjalan, mengendap-endap seperti tikus yang ingin mencuri makanan si empunya rumah. tapi aku bukan tikus, tentu saja. aku adalah seorang pahlawan yang akan menyelamatkan adikku dari dua orang monster yang sedang bertikai karena alasan yang tidak jelas.
suara teriakan dan caci maki masih terdengar. makin keras dan makin jelas. aku merasa muak, ingin muntah mendengar kata-kata yang juga kudengar sejak ku masih kecil dulu. tapi sekali lagi kupikirkan adikku, yang selama ini menjadi temanku, penyemangat hidupku.
"sebentar lagi aku sampai disana, aku hanya mengambil adikku dari padanya lalu memberinya sebotol susu. ia takkan marah, bahkan mungkin akan berterima kasih padaku karena ia akan lebih leluasa menyerang lawannya itu," pikirku
langkah kecilku semakin dekat menuju adikku, hanya sekitar setengah meter lagi sampai aku mendengar suara BUK! EEEKKK!
sejenak sunyi. tak ada lagi kata caci maki. pergerakanku dan jantungku terhenti, suara tangisan adikku pun tiada lagi. mata kami terpaku pada seorang bayi yang telah tergeletak diatas lantai.
darah keluar perlahan dari kepalanya, bola matanya keluar, mulutnya membuka dengan lidah yang terjulur.
aku tak percaya ini! apa yang terjadi?!
namun ternyata tak hanya itu saja. sejenak kulihat kaki nya berada diatas perut adikku, menekannya keras dan kasar berulang-ulang hingga segala cairan dalam adikku keluar, melampiaskan kemarahannya dalam setiap hentakan kakinya sambil berteriak memaki adikku yang sudah hancur badannya itu.
aku terpaku. lidah ku kelu. kupandangi adikku untuk sekian lama.ku lihat tubuh hancur adikku. hancur.
tak lama, ia berhenti menginjaki adikku, menatap ku dan berkata, "bereskan ini, aku capek dan mau tidur. tidak usah kau kubur, sudah kubuat hancur dia. kalau kurang hancur, blender saja"
dia pun melengos pergi sementara kulihat lawannya tadi tampak kaget dan berlalu pergi setelah mendengar kata-kata itu. entah mengapa perang selama satu jam tadi bisa berhenti setelah ini semua terjadi.
bagaimana mungkin dia bisa dengan santai nya membunuh bayi 3 bulan dan meninggalkan seorang anak 9 tahun untuk membersihkan jasad adikknya yang tidak terlihat seperti manusia?. bagaimana mungkin dia bisa menyuruh ku untuk menghancurkan adikku lebih dari ini?
memang seperti apa ia pikir nyawa manusia itu?
sejenak semua pertanyaan ku terhenti. aku teringat bahwa aku bisa menyelamatkan adikku, satu jam sebelumnya, setengah jam sebelumnya, lima belas menit lebih awal.
menempatkan ia di tempat tidurnya, bukan di lantai bersama darah, cairan-cairan dan segala organ-organ tubuhnya.
seandainya kukumpulkan keberanianku sebelumnya. aku tidak berusaha sekuat yang ku bisa! aku terlalu takut untuk mengambil adikku, bahkan mungkin aku masih bisa menyelamatkannya ketika pertama ia jatuh ke lantai.
tapi apa yang kulalkukan? hanya terbujur kaku bagai mayat. tak berbuat apa-apa, tak berkata apa-apa, menangis pun tidak.
penyesalan ini menggerayangi tubuhku. ingin ku teriak sekencang-kencangnya. memohonkan maaf untuk adikku yang mungkin telah dibawa mlaikat kepada pencipta-Nya.
memohon maaf untuk adikku yang mungkin melihat ku kini dari suatu tempat dengan pandangan benci dan muak.
dan sejenak ku sadar permohonan ku takkan ada artinya, ia takkan kembali, takkan ada keajaiban yang bisa memasang ulang tubuhnya yang hancur ini. tak ada jalan lagi.
aku kumpulkan tubuh adikku, segala organ yang berceceran di lantai, yang masih bisa kuambil untuk kukubur nanti.
ku ambil kepalanya, tengkoraknya masih tersisa walaupun mukanya sudah tidak dapat terlihat, tulang-tulang yang masih ditempeli oleh daging dan beberapa organ yang berlumuran darah, kaki dan tangannya yang tampak nya luput dari injakkan tadi, serta organ-organ tubuh lainnya yang belum lumat karena injakan tadi.
semua itu kumasukkan ke dalam sebuah kantung plastik hitam dan ku taruh plastik itu disampingku.
kuambil kain pel lusam dari sebuah ember bercampurkan air dan karbol. perlahan ku bersihkan lantai itu, lantai yang telah bercampur darah, keringat dan tangis. tangis yang sedari tadi tak kunjung berhenti. tangis yang mengingatkan ku pada peristiwa tadi dan semua penyesalan ini.
air karbol yang wangi itu pun sejenak berwarna merah dan bau setelah kucelupkan kain pel kedalamnya. bau terakhir yang kucium dari adikku.
setelah semua nya bersih, setidaknya lebih bersih daripada sebelumnya, kuambil plastik hitam berisikan "jasad" adikku.
membawanya ke kebun belakang bersama sekop dan air karbol bercampur darah. kutuangkannya di atas tanah sehingga menjadi lembek dan mudah untuk ku gali.
aku terus mengulangnya hingga kupikir lubang itu cukup dalam untuk mengubur adikku. kutaruh adikku di dalamnya lalu berdoa.
memohon maaf atas keterlambatan ku serta memohon maaf pada Tuhan yang telah memberikannya padaku namun kusia-siakan dan memohon kesejahteraan baginya meski telah di alam kubur.
setelah meyelesaikan doa ku karena terusik oleh air mataku yang terus turun, aku menutup lubang itu dan berharap ia akan tidur tenang di dalam sana.
aku pun berdiri dan meninggalkan kubur itu. kulangkahkan kaki ku, tidak menuju TKP, tidak menuju ke rumah yang penuh dengan kenangan bersama adikku, rumah dimana aku hidup selama ini.
aku memutuskan untuk pergi. aku tak mau tinggal bersama monster itu. monster yang membinasakan kebahagiaan ku. satu-satunya kebahagiaan di rumah ini.
akan tidur dimana aku? akan makan dimana aku? aku tak peduli, aku bisa tinggal di rumah yatim piatu dengan banyak orang yang akan membahagiakanku.
langkah ku menjadi lebih cepat, bahkan aku berlari menjauhi rumah itu. menuju suatu tempat yang aku sendiri tak tahu dimana. menuju sebuah harapan, kebahagiaan dan kehangatan yang kurancang sebelumnya.
atau mungkin menuju ke kota penyesalan yang dilingkupi oleh awan kegelapan dengan trauma mendalam dan mental yang sakit setelah ini semua. aku pun tak tahu dan takkan pernah tahu apa yang Ia rencanakan bagiku.
yang ku tahu mulai sekarang aku akan mengambil segala keputusan yang terbaik bagi ku, secepat mungkin. sebelum semua terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar